Pejuang Ilmu yang Pulang Duluan

Mendekati penghujung tahun 2015, dunia banyak sekali diuji oleh Allah berupa kepergian orang-orang baik. Mulai dari para guru seperti ulama besar Suriah Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, Guru Besar Al-Azhar Dr. Muhammad Ahmad Abu al-Nour, sampai kawan seperjuangan kami sendiri yaitu Kak Annisa Sholihah dan Achmad Ghiyats Nurul Huda. Dua mahasiswa pejuang agama yang masih berproses untuk menjadi ulama besar, namun Allah telah keburu memanggil mereka. Saya pribadi sebetulnya tidak pernah kenal mereka langsung, namun saya merasa ada tali yang menghubungkan kami, sebagai sesama Thalibul Ilmi (semoga saya masih pantas disebut demikian), dan juga saudara seperjuangan dalam belajar agama. Terlebih salah satu dari mereka, Ghiyats, adalah teman seangkatan saya sesama mahasiswa baru Al-Azhar kedatangan 2015. Kali ini saya tertarik untuk membahas mereka berdua. Bukan berarti saya membicarakan orang yang sudah mati, namun saya ingin berbagi tentang beberapa hal yang mungkin bisa kita jadikan bahan pelajaran.

Kalau dicermati, ada banyak kesamaan di antara Kak Annisa dan Ghiyats, baik dari segi pribadi masing-masing maupun kronologi kejadian nahas yang merenggut nyawa mereka keduanya. Keduanya merupakan mahasiswa dan mahasiswi dari perguruan tinggi Islam terkemuka, yakni LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) Jakarta dan Universitas Al-Azhar Kairo. Keduanya sama-sama mahasiswa kelas persiapan bahasa dari perguruan tinggi masing-masing, dan tinggal selangkah lagi akan benar-benar melanjutkan perjuangan mereka mencari ilmu di perkuliahan yang sesungguhnya. Kak Annisa adalah mahasiswi semester empat kelas I'dad Lughawiy LIPIA, yang sebentar lagi akan melanjutkan pendidikannya ke tingkat Takmili. Adapun Ghiyats, ia adalah mahasiswa Al-Azhar yang duduk di bangku Mutamayyiz Daur Lughah, dan termasuk satu dari segelintir mahasiswa baru yang dapat menikmati kuliah di tahun pertama kedatangan ke Mesir. 

Mereka berdua pergi meninggalkan dunia ini pada hari yang sama, yaitu Kamis, dengan selang waktu dua minggu. Kak Annisa pada 21 November, sedangkan Ghiyats pada 3 Desember. Penyebabnya sama, kecelakaan di jalan raya, tepatnya tertabrak kendaraan ketika menyeberangi jalur cepat. Keduanya sama-sama sempat dibawa ke rumah sakit, dan menghembuskan nafas terakhir pada sore hari. Maka pada hari saya menulis ini, Kamis 10 Desember, sudah genap tujuh hari sejak kepergian Ghiyats dan tiga minggu sejak kepergian Kak Annisa. 

Memang sudah ketentuan dari Allah, bahwa kematian pasti datang. Sudah kita ketahui pula bahwa ia sama sekali tak dapat diprediksi datangnya. Namun, melihat banyaknya hal-hal yang terlihat seperti kebetulan tersebut, tidakkah Allah ingin menunjukkan sesuatu kepada kita?

Kita tentu tahu seleksi untuk masuk gerbang ilmu LIPIA maupun Al- Azhar terkenal sangat sulit dan penuh rintangan. Menurut pendapat saya yang sering salah ini, Allah membukakan jalan mereka ke kedua lembaga ilmu Islam tersebut tidak lain agar mereka bisa menghadap kembali pada Nya dalam keadaan belajar agama Nya. Membuat kita teringat apa yang pernah dikatakan oleh Baginda Nabi SAW, sesiapa yang keluar dalam rangka mencari ilmu maka ia berada di Jalan Allah hingga ia kembali ke rumahnya. Baik Kak Annisa maupun Ghiyats, selain memang merantau dari keluarga, keduanya sama-sama meninggal tidak di dalam rumah kost, melainkan dalam perjalanan dari belajar. Lokasi kecelakaan mereka yang sama-sama di depan kampus menjadi saksi bisu, bahwa mereka sedang dalam keadaan "khuruj kuadrat", begitu saya mengistilahkan. Sudah merantau, dalam keadaan safar pula. Dengan begitu, wajar jika kami meyakini lagi bahwa mereka meninggal dalam keadaan syahid fi sabilillah.

Kemudian, melihat betapa cepat mereka dipanggil Nya membuat saya berpikir betapa Allah sayang kepada mereka. mereka dipanggil di permulaan mereka belajar, ketika niat dan azzam masih begitu tulus dan menggebu. Ketika pikiran belum ternodai oleh godaan-godaan duniawi. Mereka jelas lebih beruntung daripada mereka yang diberi kesempatan belajar lebih lama, namun menyalahgunakannya untuk mencari pacar, salah pergaulan, atau menyibukkan diri dengan game dan hal-hal yang tidak bermanfaat lainnya.

Kalau boleh jujur, sebenarnya saya iri sekali dengan mereka. Betul-betul iri.. dengan keberuntungan mereka yang amat besar. Betapa tidak? Syahid dalam usia muda, dengan artian selamat dari kesempatan menambah dosa. Meninggalkan dunia dari bumi para pejuang yang penuh berkah. Dikenang di mana-mana sebagai orang baik. Didoakan banyak umat muslim, bahkan oleh mereka yang tidak pernah mengenal mereka. Jika saja manusia bisa memilih cara matinya, saya sungguh ingin mati seperti itu. "Dikenang sebagai orang baik".

 Tapi tentu saja, sebagaimana kelahiran, kematian adalah sesuatu yang sudah ditetapkan. Qadarullah. Termasuk kisah mereka berdua, yang setiap kali saya renungkan selalu menghadirkan keharuan tersendiri. Setiap detailnya sudah direncanakan presisinya oleh Sang Maha Perencana. Tugas kita tentu saja mengambil hikmah dan pelajaran. Seperti kata Nabi yang lain lagi, maut adalah sebaik-baik pelajaran.

Baik Kak Annisa maupun Ghiyats, mereka adalah pejuang yang telah mendahului kita semua. Saya menyebutnya, pejuang ilmu yang pulang duluan, karena perjuangan mereka belum selesai. Pekerjaan mereka bahkan baru saja dimulai. Maka ketika ada rekan kerja kita dipanggil oleh Tuan mereka untuk pindah ke stan yang lain, padahal kerjaan masih banyak, apa yang bisa kita lakukan? Walaupun ada kemungkinan, tapi ya jangan merengek supaya kita segera dipindahkan juga. Konyol sekali. Apalagi mengusahakannya dengan cara apapun (misalnya: bunuh diri). Satu-satunya yang bisa kita lakukan (dan yang paling masuk akal juga), tanpa disuruh pun harusnya kita melanjutkan tugas mereka yang belum selesai dengan sebaik-baiknya.‘Isy Kariiman aw Mut Syahiidan.

Kairo, 10 Desember 2015
#teruntuk: Kak Annisa dan Ghiyats
Semoga Allah merahmati kalian
dan pejuang-pejuang ilmu lain yang juga pulang duluan..

Terbanyak Dilihat Orang

Libur Itu Perlu

Snap Whatsapp: Ketamakan Facebook dan Solusi Gak Penting untuk Komunikasi Masisir

Selamat Jalan, Kyai Uzairon..