Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Mengamati Anak Kecil

Tiap kali mengamati anak kecil, pikiranku bersedih, mengapa anak-anak ini mesti terlahir, jika nantinya hanya diserahkan pada ombang-ambing kehidupan Akankah bertemu teman dan guru yang baik di sekolah. Bagaimana kalau kesulitan di materi pelajaran.. Setelah lulus sekolah, tantangan zaman seperti apalagi yang harus dihadapi. Bagaimana keadaan dunia saat mereka dewasa nanti.. Apakah mereka bisa mempertahankan agama dalam diri mereka.. ......tanpa sadar aku memproyeksikan kecemasanku pada mereka. Betapa besar konsekuensi hadirnya manusia. Sampai aku tidak bisa bergembira lagi tiap mendengar berita kelahiran. Mengingat sulitnya perjalanan hidup di dunia ini. Aku kasihan pada ruh-ruh baru yang harus melewati daar balaa'. Bagaimana jika kami sebagai manusia senior, gagal memberi mereka bekal agar bisa mandiri dan selamat dunia akhirat? Setiap ruh manusia abadi di sisi-Nya. Aku hanya mencemaskan kepada siapa dititipkan ruh itu selama di dunia. Aku hanya berdoa dalam hati, semoga manusia-

Tholabul 'Ilm: Usaha Belajar VS Berkah Khidmat

Guru kami, Syekh Husam Ramadan, pernah mengatakan, belum dikatakan pelajar sungguhan kalau belum pernah insomnia karena suatu masalah yang belum selesai dipecahkan. Lha kita, cuma baca kitab aja ketiduran. Ilmu Laduni, atau yang lansung diilhamkan Allah itu memang ada. Tapi ada syaratnya, dan jangan merasa berhak diberi, itu takabur namanya. Kata guru kami, ilmu itu hakikatnya buruan berat. Kita kerahkan seluruh diri saja, dapatnya hanya sebagian. Apalagi kalau hanya mengerahkan sedikit dari diri?  Belajar ilmu agama itu, tidak cukup hanya mengandalkan berkah adab dan khidmat lalu berharap dapat ilmu laduni tanpa capek-capek mikir. Lha kok enak? Ndak bisa begitu. Ilmu agama itu berat. Usahanya harus kencang, otak dan badan harus lelah. Tidak mungkin santai-santai meminum air bekas gurunya lantas mendadak jadi alim. Masalahnya, ada kecenderungan orang belajar agama (atau mengirim anaknya belajar) merapat pada tokoh yang dikenal keramat, baik itu habib maupun kyai, berharap mendapat ilmu

Tantrumnya Anak (yang sudah) Besar

Akhir-akhir ini, karena mempelajari sedikit tentang parenting, apa saja masalah manusia, mau akademik, sosial, finansial, sampai cinta, kuhubungkan akar dan solusinya dengan analisa parenting. Dari lingkungan seperti apa dia dibesarkan. Bagaimana kira-kira orangtua atau orang terdekatnya memperlakukannya. Pengalaman apa yang membekas di dirinya sampai menjadi seperti itu. Yah gitu-gitu lah, walau jatuhnya jadi lebih mirip cocoklogi, sih. Satu contoh, kejadian beberapa hari yang lalu. Salah satu anak didikku tantrum, karena marah setoran tahfiznya terus menerus kukoreksi. Dia masuk kamar mandi, mengunci menangis meraung sambil membanting-banting gayung di air selama hampir satu jam.