Catatan Seorang Notulis

Di sela-sela kantuk dan bosan, saya ketik selingan ini... sembari tenggelam dalam derita yang saya  buat sendiri, karena mengajukan diri sebagai notulis sebuah acara yang berlangsung sampai larut malam.

Diam-diam saya memperhatikan kembali wajah teman-teman sesama panitia. Gurat-gurat lelah dan kantuk sangat jelas tergambar di raut mereka. Ada yang duduk mojok sambil mainan hape. Ada yang ngobrol dengan orang sebelahnya. Ada yang bermain bercanda dengan kawan sebelahnya. Ada yang foto-foto sendiri. Ada juga yang masih semangat mondar-mandir menyiapkan segala kebutuhan acara.

Sedangkan saya, justru terjebak malang di sini. Duduk sendirian, di dekat orang-orang hebat sebenarnya, namun tidak dianggap. Diam-diam aku menyesali keputusanku memilih tugas ini, yang cuma gara-gara penasaran. Sudahlah, saya kapok, besok-besok gak mau pilih kerjaan ini. Hahaha...

Berhubung ini hari terakhir kepanitiaan kami, saya jadi terkenang beberapa hari kami bekerja sama seperti ini. Begitu sibuk, sampai porsi waktu kami di rumah berkurang drastis. Persis seperti pekerja kantoran yang sedang lembur meninggalkan keluarganya di rumah.

Ada yang merasakan seperti saya? Gak enak sama orang-orang rumah karena jarang terlihat kecuali wkatu istirahat saja. Kesannya rumah jadi kayak terminal, yang bisa datang dan pergi begitu saja kapan saja.

Eh malah jadi ngelantur, kembali ke fokus. Saya mau nulis kesan selama bergabung di dua kepanitiaan berturut-turut, yang menghabiskan waktu kami hampir sebulan. Dari mulai rapat-rapat pengarahan panitia pemilu raya pertengahan Juli lalu sampai acara sidang umum PPMI terakhir malam ini. Kalau saya pikir-pikir, Alhamdulillah, saya bisa mengikuti seluruh rangkaian acara dari dua kepanitiaan tersebut, jadi boleh lah saya berbagi. Itung-itung semacam flashback gituh.

 By the way, aku boleh ngobrolin per bagian?

SPOILER:Segala nama yang saya sebut di sini benar adanya.Tulisan ini dibuat dengan sangat subjektif, jadi tidak bisa digunakan untuk kepentingan apapun selain kenang-kenangan saja.

Yang pertama disebut tentu saja ketua panitia kami, Bang Dimyati Khair. Beliau orang yang murah tawa dan jarang marah, padahal sering dibuly sama anak buahnya. Kadang kalau lagi melhat beliau lagi dibully gitu saya kasihan. Tapi saya gak bisa bela, soalnya nanti pasti kalah, hoho... maafin kita-kita yah bang Dim..

Ada kakak-kakak cantik: Kak Reutno Lailatushoimah alias Kak Rere, Kak Rahmatul Husniyah alias Imas, dan Kak Muallimah yang selalu siap membimbing kita yang belum tahu apa-apa ini, terutama ketika hari pemilihan. Mereka juga yang mewarnai foto-foto kami, jadi lebih ceria dengan selfie-selfie lucu, hehe...

Sebenarnya Kak Rere bukan hanya panitia, namun di atas kami: pengawas panitia (Steering Commiteee) bersama Kak Faruq. Mereka berdua selalu ada bersama kami di tiap kumpul, dan banyak sekali bantuan yang mereka berikan. Siapa sih yang gak suka ketika mereka menampilkan performance keren: Kak Faruq memainkan gitar, dan Kak Rere bernyanyi. Benar-benar pasangan SC yang klop.

Sekretaris Abdul Jabbar Al-Farisy yang dibebani tugas membuat proposal yang dia sendiri tidak punya bayangan acaranya bakal seperti apa. Mengutak-atik digit uang menjadi keahlian barunya. Kemudian ada partner nya, Lalu Miftahul Azmi yang juga sekretaris, tapi dia spesialis pembuatan pamflet dan banner. Hasil karyanya selalu keren, kami akui itu. Pernah Jabbar mengomentari banner yang sudah dicetak dan terpasang di dinding,
 “Azmi bener-bener dah... jadi tukang bikin banner aja lah dia. Hasilnya cakep-cakep banget..” katanya sambil berdecak.

Pas saya kasih tau Lalu, dia cuma merespon kalem,
 “Komentar saya, kalian memang pandai menghargai karya orang lain..” 

Lucu kan?

Bagian super krusial, yakni bendahara, dipegang oleh Dewi Astrianah dan Fathimah Muthi’ah.
Dari sini masalah kami bermula: dana yang belum turun hingga seluruh agenda kami rampung. Beberapa kali kami menyentil soal ini di grup, yang selalu ditanggap bercanda –padahal dalam batin meringis-, hingga akhirnya acara besar ini menghabiskan dana dari kantong kami sendiri. Hanya satu kalimat dari bendahara yang membuat kami sedikit percaya bahwa dana itu benar-benar ada.
 “Semua pengeluaran dan kwitansinya segera kasih ke saya yaa..”
 Atau pembahasan ngawur tentang rencana destinasi rihlah yang aneh-aneh, seperti Sinai atau Hurgada. Ini sih namanya sindiran. Uang untuk mengganti hutang saja belum ada, segala rencana rihlah jauh-jauh. Ya doakan saja, semoga gak lama setelah postingan ini terbit, dana segera cair. Jadi rencana rihlah ke Hurgada bisa benar-benar akid. Aamiin...

Terus, ada Afkar Fathoni yang berisik. Kalau diibaratkan baterai, powernya long lasting banget. Gak habis-habis. Yang bisa menandingi “kebisingan”nya hanya Lathifatun Nur Laili alias Fafa. Kedua anak ini kalau sudah adu mulut, pecah sudah seisi ruangan dengan suara mereka. Tapi uniknya, mereka bisa tuh dipersatukan jadi pasangan MC yang kompak di tiap even. Kok bisa? Jangan tanya saya, saya aja heran...

Ngomong-ngomong soal petugas acara, jadi ingat si Qari’ Rusydianto. Dia terlalu merendah dengan kemampuan tilawahnya yang lumayan. Padahal dia bahkan pernah melantunkan potongan ayat dari surat Al-Imran tanpa melihat mushaf !! Juga Kak Imas yang selalu rela jadi dirigen. Pernah sih, beliau meminta saya menggantikannya. Tapi saya seumur-umur belum pernah memandu lagu. Gak mungkin kan sekali lihat langsung bisa. *dalih.

Kemudian ada Mahmud Abdullah dan Renaldi Putra yang selalu mondar-mandir tiap acara sambil memanggul kamera. Jadi most wanted person di tiap sesi perfotoan. Eh salah, bukan orangnya sih yang kami inginkan, tapi kamera dan jasa pemotretannya. Begitulah mereka, dengan tulus melayani kebutuhan manusia-manusia yang pengin eksis. 

Jangan lupa pahlawan pemadam kelaparan kita: Washif Izzuddin, Haikal Rahman, Feby Nuryadi dan Tajul Muarif. Kehadiran mereka selalu ditunggu-tunggu segenap manusia, baik panitia maupun hadirin. Tanpa mereka, mungkin kita tidak bakal ada yang datang, *eh? Hahaha.... jujur saja lah, motivasi utama kalian untuk kerja kan, kalau ada makanan. Nah..

Oh ya, ada juga konsumsi tidak resmi, dari Satria Adi alias Saad yang rumahnya sampai pernah kita satronin semalaman. Waktu itu rencananya cuma mau buat bilik suara sama fotokopi surat-surat pemilihan. Eh gak taunya, masih banyak banget hal yang belum beres, malah jadi pada nginap. Teman-teman sampai ada yang tidur di teras, eh balkon. Untung rumahnya di rooftop, jadi bisa langsung lihat langit dan bintang-bintang, *apasih.

Dari tadi anak laki mulu ya? Sekarang gantian anak perempuannya. Tidak banyak sih, hanya 9 cewek berbanding 22 cowok. Selain kakak-kakak cantik, Dewi, Muthi dan Fafa yang sudah disebut di atas, masih ada lagi yang belum: Hajar Dzakiyah, Halimatus Sa’diyah alias Yaya, dan aku sendiri.

Seperti rumah tanpa cat, panitia terasa kurang lengkap kalau tidak ada publikasinya. Nah di sini ada Mahmud, Faiz Muslih dan Hajar. Kepanitiaan ini memaksa mereka jadi artis medsos dadakan. Di mana-mana ada mereka: di grup Whatsapp, di Facebook, di telepon, di berbagai lini masa. Mereka juga yang mempopulerkan kata “kuuuuy” yang sebenarnya berasal dari kata “yuuuk” yang dibalik. Ada-ada saja.

Yang seringnya diam: Muhammad Afdhal, Edy Zamara, Junianto, Naufal Amirza, Syaiful Anas, Mahsyar Abdullah, Yahya Bachtiar, Salman Ghois.
Mungkin sebenarnya mereka tidak se-pendiam yang saya bayangkan. Habis, secara pribadi, saya jarang berurusan dengan mereka sih. Jadi bingung mau nulis apaan tentang mereka. Hehe... maaf yaa..*emot garuk kepala.

Sudahlah, saya mau nyelesaikan tugas notulen dulu.. doanya semoga LPJ kita diterima, dananya cepat cair dan kita bisa jalan-jalan J J J

Atau ada nama yang belum saya sebut?

***

Kepada teman-teman panitia (kalau ada yang membaca ini)...
Berhubung agenda kita sudah berakhir, saya mohon maaf kalau saya pernah berkata atau berlaku salah kepada kalian. Saya sendiri sadar, kalau selama jadi panitia ini saya sering bereaksi berlebihan, suka nyuruh-nyuruh, ketus, galak, ngeselin. Maap banget pokoknya, yaa..

Saya bakal kangen kalian pokoknya. Sumpah. Teman-teman lintas kekeluargaan pertama saya yang sangat berharga.

Hey, kalian punya kesan lain?

Lihat yuk, statusnya Afkar tentang kita yang mengharukan di sini.


Panitia setelah perhitungan suara

Terbanyak Dilihat Orang

Libur Itu Perlu

Snap Whatsapp: Ketamakan Facebook dan Solusi Gak Penting untuk Komunikasi Masisir

Selamat Jalan, Kyai Uzairon..