Tragedi Kantuk

Hampir semua orang pernah merasakan kantuk dalam perjalanan dan bahkan tertidur. Namun kantuk yang diceritakan kali ini berbeda, dan diangkat dari kisah nyata. Bagaimana ceritanya? Mari kita simak...

Alkisah, Latip hari itu sangat lelah sekali. Kurang makan, kurang tidur, kurang istirahat. Kesibukannya dari kemarin-kemarin sebagai panitia sebuah acara telah menyita hampir seluruh kekuatan dan kesadarannya. Kalau kata iklan suplemen, kondisi tubuhnya kurang fit.

Pagi itu, dia pergi ke kantor imigrasi untuk taslim (menerima) visa yang sudah ia urus sebulan sebelumnya. Setelah menyerahkan paspornya kepada petugas, ia diajak oleh beberapa temannya yang ia temui di sana untuk pergi jalan-jalan ke 'Attabah. Setelah tersesat tak tau arah selama lebih dari satu jam, akhirnya mereka mencapai tujuan mereka, yaitu beli es krim (*doang).
Mumpung belum Ramadan.. Hehe

Kemudian, Latip dan teman-temannya kembali ke kantor imigrasi untuk menerima paspor yang sudah dicap visa. Setelah berpisah dari teman-temannya, ia berjalan menuju halte untuk menunggu bis. Siapa sangka, proses menunggu itu memakan waktu yang benar-benar luar biasa lama. Ditambah panasnya cuaca yang menurut Accuweather mencapai 45 derajat Celsius.

Durasi satu episode film Korea pun berlalu. Dua botol air mineral yang tadi dibelinya sudah habis terminum. Pucuk dicinta, bus yang ditunggu tiba. Latip sigap menyetopnya bak polisi bertemu pelanggar. Namun, sebagaimana bus jurusan Hayy 'Asyir yang lain, bus yang ini juga penuh sesak. Jangankan tempat duduk, semua tempat berdiri saja telah terisi.

Ia kemudian masuk dan berdiri dengan hati riang. Bukan karena ia menyenangi naik bus berdesakan, namun karena impiannya untuk segera beristirahat di rumah akan segera terwujud. Beruntung, dia bisa menyelinap dan mendapatkan tiang dekat supir untuk berpegang.

Rasa kantuk yang sejak tadi menderanya tidak dapat ditahan lagi. Matanya mulai terasa berat. Ia pun bersandar pada tiang dan sebentar-sebentar mulai memejamkan mata.

DUK!!

Latip jatuh terduduk. Ia langsung bangkit dan melihat apa yang terjadi. Rupanya ia tertidur, dan kedua lututnya tidak mampu menahan beban tubuhnya untuk berdiri. Beruntung dia mengaitkan kedua tangannya pada tiang, yang menjaganya agar tidak ambruk ke arah lain. Sadar, ia semakin mengeratkan kaitan kedua tangannya. Matanya dibesar-besarkan supaya tidak kembali terkatup.

Perjalanan terasa begitu lambat. Padahal sudah satu jam terlewati, namun bus yang ia tumpangi belum juga keluar dari area Hayy Tsamin. Penyebabnya adalah karena supir bus memacu dengan kecepatan tidak lebih dari abang becak. Ia menaksir kecepatan bus tidak lebih dari 20 km/jam. Penasaran, ia mencoba mengintip speedometer bus di tempat kemudi. Hasilnya? Jarum speedometer bertahan di angka nol. Rusak.

DUK!!

Perempuan mungil itu terjatuh lagi. Ia segera berdiri sambil beristighfar lirih, menyadari kondisinya sudah begitu payah. Namun bus tetap saja penuh, seperti tidak berkurang isinya sedikitpun. Belum rezekinya untuk mendapat tempat duduk.

DUK!!

Kejadian itu berulang beberapa kali, dan kali ini tidak ada yang bisa ditutup-tutupi. Seorang ibu-ibu gemuk dibelakangnya menyapanya kasihan,

"Sah-sah..?"

Kurang lebih begitu katanya dalam bahasa amiyah Mesir. Latip yang tidak paham artinya hanya bisa mengangguk sambil meringis.

DUK!!

Entah sudah keberapa kalinya lututnya tertekuk tiba-tiba seperti itu. Membuat dirinya kaget, dan kali ini ditambah tertawaan para penumpang lain.

"Sah-sah..?"
Ah itu lagi yang didengarnya. Latip malu sekaligus kesal setengah mati. Bukan maunya dia untuk terantuk-antuk seperti itu. Kok malah ditertawakan. Sudah begitu, tidak ada pula yang berinisiatif memberinya tempat duduk. Menawarkan pun tidak.

Sayang, saat itu hanya dia satu-satunya orang Indonesia yang ada di situ. Karena jika memang ada saudara sebangsanya melihatnya seperti itu, pasti dia sudah diberikannya tempat duduk. Namun saat itu yang terlihat hanyalah para pribumi, yang tak seorangpun dari mereka terlihat peduli.

Okelah, kalau ibu-ibu dia maklum, karena memang tertulis bahwa kursi penumpang didahulukan salah satunya untuk wanita. Tapi para pemuda Mesir yang tidak kenapa-kenapa itu? Latip sampai tidak habis pikir. Keterlaluan.
Sebenarnya ia bisa saja meminta salah satu pemuda Mesir itu untuk mengalah. Tapi dia sungkan, bagaimanapun ia cuma pendatang. Pada saat seperti itulah, tiba-tiba ia sangat merindukan seorang pemuda Indonesia berada di dekatnya (#hasyah)

Selanjutnya Latip tetap berdiri, dengan kedua tangan tetap terkait pada tiang dekat sopir. Ajaib. Di sisa perjalanan berikutnya, ia tidak terjatuh--kemudian bangkit lagi (#eh). Mungkin karena matanya sudah merasakan tidur beberapa waktu tadi. Akhirnya, setelah bus memasuki kawasan Asyir, barulah Latip mendapat tempat duduk. Namun tetap saja, ia tidak dapat kembali tidur, karena tujuan sudah semakin dekat.

#القاهرة إن لم تقهرها تقهرك

Terbanyak Dilihat Orang

Libur Itu Perlu

Snap Whatsapp: Ketamakan Facebook dan Solusi Gak Penting untuk Komunikasi Masisir

Selamat Jalan, Kyai Uzairon..