Mendoakan Orang yang Sudah Meninggal


Sedikit cerita. Ada seseorang kerabat yang wafat. Aku menanggapinya biasa sebagaimana itu adalah siklus hidup. Beliau tidak dekat memang, kami jarang berinteraksi. Aku cuma yakin beliau orang yang baik, karena senang membantu sekitar dan tidak pernah menyusahkan siapapun selama hidupnya.

Sampai suatu hari.
Putrinya bertanya bagaimana cara membayar hutang salat dan puasa ayahnya.
Karena ada yang mimpi ayahnya minta tolong (sebenernya ceritanya agak menakutkan, tapi intinya itu)

Di situ aku mak deg. Campuraduk sedih. Iba. Takut.
__________
Sunnah dari ulama kita terdahulu, memuji orang yang wafat, memberi kesaksian baik.

Tapi mendengar cerita itu, ternyata takziyah dan berprasangka baik saja tidak cukup. Harus diiringi dengan betul-betul mendoakan.

Pikiran seringkali menjalar. Satu orang berpikir A, sekampung bisa ikutan mikir A juga. Mikirnya, ah pasti udah ada orang lain yang doain. Minimal anaknya lah. Akhirnya kejadiannya malah gak ada yang berdoa, kecuali dalam acara tahlilan yang ada berkatnya. 

Sejak itu tiap ada berita duka di grup atau status, berusaha taruh hape, baca surat Fatihah sungguh-sungguh, kirim ke nama yang tertera.

Hal kecil, tapi ternyata berat. Kadang terlewat. Kadang karena ngerapal tok (alfatihah kan berapa detik selesai ya), sampai kuulang beberapa kali sampai fokus.

Hal lain yang terpikir olehku, ini agak ngawur tapi. Begini. Salah satu gunanya anak adalah untuk menqada kalo kita ada hutang ibadah wajib.

Terus kepikiran, kalo wafatnya sebatang kara, gimana?
Nah kan, cemas lagi. Akhirnya berusaha lebih menghayati tiap kata doa ampunan.

"wa li jamî'il mukminîn wal mukminât, al ahyâ-i minhum wal amwât"
"wa li ikhwânina alladzîna sabaqûnâ bil-îmân"

Semoga doa yang sedikit ini bisa balik mengenai diriku juga nanti setelah aku wafat. Aamiin

Terbanyak Dilihat Orang

Libur Itu Perlu

Selamat Jalan, Kyai Uzairon..

Snap Whatsapp: Ketamakan Facebook dan Solusi Gak Penting untuk Komunikasi Masisir